Kamu belum login

Silahkan login untuk akses semua fitur

Ayah Mertua Menikahi Ibu Kandung Menantu, Bolehkah?

Menurut hukum Islam, selama calon istri itu bukan termasuk wanita yang haram dinikahi, maka boleh dan sah untuk dinikahi. Wanita yang haram dinikahi biasanya disebut mahram. Meski wanita yang haram dinikahi tidak hanya karena mahram.

Dalam kasus seorang ayah mertua menikahi ibu kandung dari menantu, apakah boleh?

Jawabnya adalah sebuah pertanyaan, dari sudut pandang calon suami; apakah calon istrinya termasuk wanita yang haram dinikahi?

Jika tidak termasuk wanita yang haram dinikahi, maka pernikahannya sah menurut hukum Islam. Meski hukum sah dan tidak, tak selalu berbanding lurus dengan pantas atau tidak pantas. Karena kepantasan itu relatif.

Kita akan bahas lebih detail dahulu sebelum menjawab boleh atau tidak. Ada 3 jalur sebab seseorang menjadi mahram; karena nasab, persusuan, dan pernikahan.

Bahasa yang sering digunakan untuk larangan karena sebab pernikahan adalah mushaharah (مُصَاهَرَة). Mushaharah sendiri berasal dari kata as-shihru (الصهر) yang berarti kerabat karena pernikahan (Majma' al-Lughat al-Arabiyyah, al-Mu'jam al-Wasith, hal. 527).

Dalam Al-Qur'an disebutkan:

... وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ ...

… ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu, maka tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu... (QS. An-Nisa : 23).

Dalam ayat lain, Allah berfirman:

وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاء سَبِيلاً

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. An-Nisa' : 22)

Maka, mahram karena hubungan pernikahan itu adalah:

1. Ibu dari istri (mertua wanita).
Kemahraman ini meski istrinya telah meninggal dunia atau telah putus ikatan perkawinannya, misalnya karena cerai dan seterusnya, tetapi mantan ibu mertua adalah wanita yang menjadi mahram selama-lamanya.

2. Anak wanita dari istri (anak tiri).
Bila seorang laki-laki menikahi seorang janda beranak perawan, maka haram selamanya untuk suatu ketika menikahi anak tirinya itu. Keharamannya bersifat selama-lamanya, meski pun ibunya telah wafat atau bercerai.

Kecuali bila pernikahan dengan janda itu belum sampai terjadi hubungan jimak suami istri, lalu terjadi perceraian, maka anak perawan dari janda itu masih boleh untuk dinikahi. Dasarnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala :

وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

(dan haram menikahi) anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya. (QS. An-Nisa' : 23)

3. Istri dari anak laki-laki (menantu).
Keharamannya berlaku untuk selama-lamanya, meski pun wanita itu barangkali sudah tidak lagi menjadi menantu.

4. Istri dari ayah (ibu tiri).
Para wanita yang telah dinikahi oleh ayah, maka haram bagi puteranya untuk menikahi janda-janda dari ayahnya sendiri, sebab kedudukan para wanita itu tidak lain adalah sebagai ibu, meski hanya ibu tiri.

Selain empat pihak ini, maka statusnya bukan mahram. Jika bukan mahram, maka hukumnya seperti orang lain pada umumnya.

Maka, bolehkah ayah mertua menikahi ibu kandung dari menantu? Jawabnya boleh. Karena bukan termasuk wanita yang haram dinikahi karena hubungan pernikahan. Pantas atau tidak? Sangat relatif.

Sumber: Rumahfiqih.com