Download QuranBest (Free)

325juta++ halaman Al Quran telah dibaca

Bagaimana Shalatnya Nelayan Seminggu Di Perahu?

Pertanyaan:
Nelayan adalah salah satu pencaharian mayoritas penduduk Bawean terlebih mereka yang hidup di pesisir, diantara mereka ada yang melaut seharian bahkan ada yang sampai sepekan ada di lautan. Meski demikian sebagai seorang muslim mereka tetap berkewajiban untuk melaksanakan shalat 5 waktu.

Bagaimana cara shalat fardlu di atas perahu yang kadang berbelok arah di waktu kita shalat / tidak menghadap Qiblat?

Bagaimana hukumnya orang yang tidak shalat dengan alasan pakaian kotor dan tidak tahu cara shalat? 

Jawaban:
1. Menghadap Kiblat : Syarat Sah Shalat
Menghadap kiblat merupakan salah satu di antara sekian banyak syarat sah shalat. Orang yang tidak menghadap kiblat, maka shalatnya dianggap tidak sah. Demikian juga orang yang pada awalnya shalat menghadap kiblat, lalu tubuhnya berbelok ke arah lain, maka shalatnya dianggap telah batal. Alasannya, karena syarat sah telah terlanggar dan syarat itu sudah tidak lagi terpenuhi.

Namun keharusan shalat menghadap kiblat ini ada pengecualiannya, antara lain disebabkan karena alasan shalat khauf, shalat sunnah, atau pun karena sakit. Sedangkan bila alasannya karena di atas kendaraan, maka pada dasarnya tidak bisa dibenarkan.

Adapun ditemukannya hadits dimana Rasulullah SAW pernah shalat di atas unta, memang merupakan hadits yang shahih dan wajib diterima. Hanya saja yang perlu diketahui, ternyata semua shalat yang pernah beliau SAW lakukan di atas unta sebatas shalat sunnah saja.

عَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيْعَة قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ رواه البخاري ومسلم وزاد البخاري : يُوْمِئُ والترمذي : وَلمَ يَكُنْ يَصْنَعُهُ فيِ المَكْتُوبَةِ

"Dari Amir bin Rabiah radhiyallahu ‘anhu berkata,"Aku melihat Rasulullah SAW shalat di atas untanya dengan menghadap kemana pun arah untanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari menambahkan : “beliau membungkuk (saat rukuk dan sujud)”. At-Tirmizy berkata,”Namun beliau tidak melakukannya pada shalat wajib”. Sebab ada hadits lain yang juga shahih dan diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari juga.

عَنْ جَابِرٍ كَانَ رَسُول اللَّهِ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ ادَ الْفَرِيضَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ

"Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW shalat di atas kendaraannya, menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila shalat yang fardhu, beliau turun dan shalat menghadap kiblat." (HR. Bukhari)

Semua shalat fardhu tidak ada yang Rasulullah SAW kerjakan di atas unta. Beliau SAW lebih memilih untuk turun dulu dari untanya, semata agar bisa menghadap kiblat dengan benar.

Perahu Berhenti Sebentar Atau Jalan Lurus Tidak Mengubah Arah

Kalau kasusnya terjadi pada nelayan yang sedang melaut, sebenarnya sangat mudah untuk menemukan arah kiblat dan juga sangat mungkin untuk mengerjakan shalat lima waktu dengan benar.

Hal itu karena umumnya perahu nelayan itu bisa dengan mudah diatur arahnya, agar kita bisa shalat dengan tepat menghadap ke kiblat dengan benar. Kalau memang benar-benar berniat untuk shalat, tidak ada salahnya perahu itu dihentikan sejenak sekedar memberi kesempatan bagi para nelayan untuk shalat.

Perahu nelayan itu tidak sama dengan kereta api atau pesawat terbang, yang tidak mungkin berhenti sembarangan seenaknya. Jadi sebenarnya dibandingkan dengan naik kereta api atau pesawat, masalah shalat di atas perahu nelayan jauh lebih sederhana untuk bisa shalat menghadap kiblat.

Masalahnya tinggal mau shalat apa tidak, dalam arti mau meluangkan waktu dan shalat dengan meluruskan arah kiblat. Perahu bisa saja masih tetap berjalan, dan pengemudinya mengatur agar arahnya tidak berubah-ubah.

Atau sebaliknya, perahunya dihentikan dulu sementara, biar jalannya tidak berbelok-belok yang akan mengakibatkan berubahnya arah kiblat bagi yang sedang shalat. 

2. Tidak Shalat Karena Pakaian Kotor
Perlu dimaklumi baik-baik bahwa antara kotor dengan najis itu sebenarnya tidak sama.Tanah itu sering kita bilang kotor, padahal tanah itu kita gunakan untuk bertayammum. Berarti tanah itu kotor tetapi tidak najis.

Sedangkan yang menjadi syarat sah dalam melakukan shalat adalah suci dari najis dan bukan terlepas dari kotor. Maka tidak ada masalah bila shalat dengan menggunakan pakaian kotor, yang penting tidak najis. Shalat dengan pakaian kotor itu tetap sah, hanya saja nilai pahalanya akan mengalami degradasi dibandingkan shalat dengan pakaian yang bersih, wangi dan putih.

Tetapi keliru besar kalau sampai ada orang tidak mau mengerjakan shalat hanya karena alasan bajunya kotor. Dan meninggalkan shalat it hukumnya dosa besar.

Lalu bagaimana bila nelayan di laut bajunya terkena najis?

Mudahnya saja, cuci saja pakaian itu di air laut sehingga hilang warna, aroma dan rasa najisnya. Dan walaupun masih basah, boleh-boleh saja digunakan untuk shalat. Toh, yang penting kita shalat dengan menutup aurat dan tidak terkena najis. Adapun pakaian itu basah tidak jadi masalah.

3. Tidak Shalat Dengan Alasan Tidak Tahu
Shalat itu sah asalkan terpenuhi syarat dan rukunnya. Dan itu bisa dipelajari secara singkat, hanya dalam waktu 15 menit saja.

Syarat sah shalat hanya sedikit, yaitu suci dari najis, suci dari hadats, masuk waktu, menghadap kiblat, dan menutup aurat.

Sedangkan rukun shalat itu ada 13, yaitu niat, berdiri, takbiratul ihram, baca Al-Fatihah, ruku',  i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk tahiyat akhir, baca tahiyat akhir, shalawat kepada Nabi SAW, salam, tertib. Itu saja sudah cukup untuk sahnya shalat.

Adapun gerakan masing-masing itu mudah juga, tidak perlu belajar bertahun-tahun di pesantren. Sebab tujuannya yang penting shalatnya sudah sah dan gugur kewajiban. Kalau hanya itu saja kan sederhana dan mudah. Dan tentu tidak ada lagi alasan untuk tidak mengerjakan shalat, lantaran tidak tahu tata caranya.

Ahmad Sarwat, Lc., MA

Sumber: Rumahfiqih.com