Mengajar 1 Huruf Mendapat 80ribu Dirham
Seorang pakar nahwu, bahasa, syair, adab dan hadits, Nadhr bin Syumail Al-Mazini. Al-Qadhi Ibnu Khallikan menuturkan tentang biografinya, Abu Ubaidah berkata, “Nadhr bin Syumail merasakan kehidupan yang sempit di Bashrah, maka ia pun pergi menuju Khurasan. Ia dilepas oleh sekitar 3000 orang penduduk Bashrah. Tidak seorang pun dari mereka selain ahli hadits, ahli nahwu, ahli bahasa, ahli ‘arudh atau ahli sejarah.
Ketika sampai di Al-Marbad, ia duduk dan berkata, “Wahai orang-orang Bashrah, berat bagiku berpisah dengan kalian! Demi Allah, seandainya aku mendapatkan sekilo kacang setiap hari, niscaya aku tidak akan berpisah dari kalian.” Abu Ubaidah berkata, “Tak ada seorang pun dari mereka yang menjamin itu baginya. Maka, ia berjalan sampai tiba di Khurasan. Di sana ia mendapatkan harta yang banyak, dan ia bermukim di Marwa.”
Telah terjadi sejumlah peristiwa unik di antaranya dengan Al-Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid, ketika ia bermukim di Marwa. Nadhr berkata, “Aku pernah mendatangi al-Ma’mun pada waktu malam. Aku datang kepadanya dengan pakaian bertambal. Ia berujar, ‘Wahai Nadhr, kesahajaan apakah ini, sehingga engkau menemui Amirul Mukmin dengan pakaian tambalan seperti ini?’ Aku menjawab, ‘Ya Amirul Mukminin, aku adalah lelaki tua yang lemah, sedangkan cuaca Marwa sangat panas. Dengan baju bertambal ini aku bisa mendinginkan diri.’ Ia berkata, ‘Tidak, tapi engkau memang orang yang bersahaja.’
Kemudian pembicaraan kami pun mengalir. Ia sendiri menyinggung tentang wanita, seraya berkata, “Husyaim menceritakan kepada kami dari Mujalid, dari Asy-Sya’bi, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ’Jika seorang laki-laki menikahi wanita karena agama dan kecantikannya, maka ia mendapatkan bekal untuk menutupi kebutuhan.” Ia membaca kata sadad dengan mem-fathah ( _َ ) huruf sin ( س ). Maka aku berkata, ‘ Wahai Amirul Mukminin, Husyaim benar, Auf bin Abi Jamilah menyampaikan kepada kami dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib, ia berkata, ’Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ’Jika seorang laki-laki menikahi wanita karena agama dan kecantikannya, maka ia mendapatkan bekal untuk menutupi kebutuhan.”
Ia berkata, ”Al-Ma’mun duduk bersandar, lalu ia duduk dengan posisi lurus, seraya berkata, ’Wahai Nadhr, bagaimana engkau membaca kata sidad?’ Aku menjawab, karena sadad dengan sin yang dibaca fathah- disini adalah keliru.’ Ia berkata, ’Engkau mengatakan aku keliru?’ Aku menjawab, ’Yang keliru adalah Husyaim. Ia adalah orang yang sering keliru, dan engkau wahai Amirul Mukminin, mengikuti lafazhnya.’ Ia bertanya lagi, ‘Lalu apa perbedaan antara sadad dan sidad?’ Aku menjawab, ’Yang pertama berarti keseimbangan dalam agama dan jalan lurus, sementara yang kedua berarti kehidupan yang sepadan, dan segala sesuatu yang engkau gunakan untuk meluruskan sesuatu maka ia adalah sidad.’ Ia bertanya pula, ‘Apakah orang-orang Arab mengetahui hal itu?’ Aku menjawab, ‘Ya. Al-Arja bertutur:
“Mereka menyia-nyiakanku dan mereka benar menyia-nyiakan seorang pemuda Untuk hari yang dibenci dan bekal ke perbatasan.”
Al-Ma’mun berkata, “Semoga Allah memburukkan orang yang tidak mengenal sastra.” Lalu ia tertunduk sesaat, dan berkata, “Apa yang terjadi denganmu, wahai Nadhr?” Aku menjawab, “Sebidang tanah sempit di Marwa, aku mengutamakan dan menyayanginya.” Ia berkata,”Apakah engkau berkenan kalau kami memberikan tambahan harta kepadamu?” Aku menjawab, “Benar, aku sangat membutuhkannya.” Lalu ia mengambil kertas, namun aku tidak paham apa yang ia tulis. Ia berkata kepada pelayannya, “Sampaikan kertas ini kepada Al-Fadhl bin Sahal.” Ketika Al-Fadhl membaca tulisan tersebut, ia berujar, “Wahai Nadhr, sesungguhnya Amirul Mukminin telah memerintahkan untuk memberimu uang 50.000 dirham, apakah gerangan yang terjadi?” Aku pun bercerita kepadanya apa adanya. Lalu, ia memberiku tambahan 30.000 dirham, sehingga aku menerima uang sejumlah 80.000 dirham, hanya karena satu huruf yang diambil manfaatnya dariku.”
[Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah]