Download QuranBest (Free)

325juta++ halaman Al Quran telah dibaca

Kisah Wabah di Zaman Khalifah Umar bin Khatthab

Tahukah kamu bahwa sebenarnya wabah tidak hanya terjadi sekarang saja. Ratusan bahkan ribuan tahun lalu, wabah penyakit juga pernah terjadi. Salah satunya terjadi di masa Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab, tepatnya pada bulan Rabiul Awwal tahun kedelapan hijriyah.

Khalifah Umar bahkan sempat berdebat dengan Abu Ubaidah, Gubernur Syam soal wabah penyakit dan takdir. Wabah terjadi di wilayah Saragh, sebuah daerah di Lembah Tabuk dekat Syam.

Awalnya sang Amirul Mukminin itu berencana melakukan kunjungan ke Syam yang ketika itu sudah bergabung dengan kekuasaan Islam. Sampai di Saragh, dia bertemu dengan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah yang ketika itu disebut menjabag Gubernur Syam.

Abu Ubaidah memberitahu Umar bahwa wilayah Syam sedang terjadi wabah penyakit. Mendapat kabar tersebut Umar memutuskan berhenti di Saragh.

Abdullah Ibnu Abbas seperti diriwayatkan dalam hadits Abdurrahman bin Auf menceritakan bahwa ketika itu Umar meminta dipanggilkan beberapa Muhajirin sepuh. Dikutip dari Kitab Al Lu'lu wal Marjan karya Muhammad Fuad Abdul Baqi, Umar kemudian berdiskusi dengan tokoh-tokoh senior Muhajirin.

Terjadi perdebatan antara tokoh senior Muhajirin dengan Umar bin Khattab. Ada yang menyarankan agar Umar tetap melanjutkan perjalanan ke Syam, tak sedikit yang meminta Singa Padang Pasir itu kembali ke Madinah.

Tak ada titik temu, pertemuan itu pun dibubarkan. Umar kemudian minta Ibnu Abbas untuk memanggil orang-orang Anshar. Lagi-lagi tak ada titik temu karena terjadi perdebatan soal perlu tidaknya Umar pergi ke Syam.

"Sekarang tinggalkan saja aku. Tolong panggilkan aku sesepuh Quraisy yang dulu hijrah pada peristiwa penaklukan Makkah," kata Umar kepada Ibnu Abbas.

Ibnu Abbas pun memanggil tokoh Quraiys yang dimaksud Umar dan ternyata tinggal dua orang saja. Kepada Umar mereka menyarankan agar mengurungkan niat untuk mendatangi Syam mendatangi daerah yang terkena wabah penyakit.

Umar sepakat dan kembali ke Madinah. "Aku akan berangkat besok pagi (ke Madinah) mengendarai tungganganku, maka kalian pun berangkat besok pagi mengendarai tunggangan kalian," kata Umar.

Abu Ubaidah bin Al-Jarrah tak sepakat dengan keputusan Umar tersebut. "Apakah Engkau ingin lari dari takdir wahai Amirul Mukminin?" kata Abu Ubaidah.

"Benar, kita akan lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lainnya," Jawab Umar bin Khattab.

“Apa pendapatmu andaikan engkau mempunyai sekumpulan onta yang memasuki dua jenis lembah, yang satu lembahnya subur dan satunya lagi tandus. Andaikan engkau menggembalakannya di lembah yang subur, maka sebenarnya itu atas takdir Allah, dan andaikan engkau menggembalakannya di lembah yang tandus, maka sebenarnya itu atas takdir Allah pula?,” jelas Umar meyakinkan Abu Ubaidah.

Umar masih berusaha meyakinkan pilihannya kepada Abu Ubaidah. Hingga kemudian datanglah Abdurrahman bin Auf yang menjelaskan bahwa apa yang akan dilakukan Umar, persis dengan sabda Rasulullah SAW:

"Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya. Sebaliknya kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri darinya."

Mendengar hadits Nabi Muhammad SAW dari Abdurrahman bin ‘Auf, Umar langsung mengucapkan alhamdulillah, dan pada akhirnya Umar bersama rombongannya memilih untuk kembali ke Madinah.

Sementara Abu Ubaidah dan rombongannya kembali pula ke Syam. Umar bin Khattab kemudian meminta Abu Ubaidah untuk meninggalkan Syam. Namun Abu Ubaidah menolak dan tetap tinggal di Syam. Dia kemudian terkena wabah dan meninggal dunia.

Sebelum meninggal, Amir al-Mukminin Umar bin Khattab menulis surat kepada Abu Ubaidah agar menemuinya di Madinah. Umar ingin Abu Ubaidah mencari tempat perlindungan dan menyelamatkan hidupnya. Namun Abu Ubaidah tetap ingin bersama dengan pasukan dan umat Islam di Syam. Abu Ubaidah membalas surat Umar.

“Wahai Amirul-Mukminin, sesungguhnya aku sudah tahu maksud yang engkau inginkan terhadap diriku. Aku selama ini sudah membersamai pasukan-pasukan kaum Muslimin. Saya sangat mencintai mereka. Sedikit pun aku tidak berniat meninggalkan mereka hingga Allah membuat keputusan terhadap diriku dan mereka. Karena itu perkenankan aku kali ini untuk tidak mengikuti perintahmu wahai Amirul-Mukminin dan biarkan aku bersama pasukanku.”

Wabah penyakit di Syam baru mereda setelah Amr bin Ash menjabat gubernur. Dia mencoba menganalisa penyebab munculnya wabah dan kemudian melakukan isolasi, orang yang sakit dan sehat dipisahkan. Wabah penyakit di Syam pun perlahan-lahan mulai hilang.

[Kitab Ash-Shahihain, Hikmah Detik]