Masuk Surga dan Neraka Karena Seekor Lalat
Kisah ini ditulis oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab yang berjudul Az Zuhud. Hal ini berdasarkan riwayat yang disampaikan sahabat Salman Al Farisi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya, “Ada seorang lelaki yang masuk surga karena seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.”
Para sahabat yang bingung kemudian bertanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?”
“Ada dua orang lelaki,” jawab Rasulullah, “yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah!”
Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.”
Rasulullah meneruskan, mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat!”. Orang tadi kemudian menangkap lalat dan mengorbankannya. Karena pengorbanan tersebut mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka.
Mereka kemudian memerintahkan satu orang lagi untuk berkorban serupa seperti yang sebelumnya. “Berkorbanlah!, Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.” Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.
Demikianlah keadaan dua orang manusia yang ujung nasibnya berbeda, karena salah satunya harus di neraka selama-lamanya, dan yang satunya di surga selama-lamanya. Padahal, keduanya sebelumnya adalah sama-sama seorang Muslim.
Kisah serupa juga tertulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nashaihul ‘Ibad. Syekh Nawawi menulis kisah tentang seseorang yang berjumpa Imam Al-Ghazali dalam sebuah mimpi.
Imam Al-Ghazali merupakan ulama abad pertengahan dengan reputasi kealiman yang tak diragukan lagi. Ia merupakan cendekiawan muslim yang komplet. Ia menguasai disiplin filsafat, soal teks-teks agama yang rumit dan sangat disiplin ibadah.
Dalam mimpi tersebut orang itu bertanya kepada Imam Ghazali.
“Bagaimana Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.
Imam Al-Ghazali lantas menceritakan bahwa saat berhadapan dengan Allah ia ditanya bekal yang harus diserahkan kepada Allah. Ia kemudian mengatakan dengan menyebut satu per satu seluruh amal ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia. Namun Allah menolak itu semua.
“Aku (Allah) menolak itu semua!” Ternyata Allah menampik berbagai amalan Imam Al-Ghazali kecuali satu kebaikannya ketika bertemu dengan seekor lalat.
Suatu ketika Imam Ghazali tengah sibuk menulis kitab hingga seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat itu haus dan tinta di depan mata menjadi sasaran minumnya. Imam Ghazali yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.
“Masuklah bersama hamba-Ku ke surga,” kata Allah kepada Imam Al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.
Kisah tersebut menggambarkan kepada kita, bahwasanya sekelas Imam al Ghazali yang reputasi ibadahnya tidak perlu di pertanyakan lagi ternyata masuk surga karena seekor lalat.
Hal ini tentu saja juga menjadi tamparan bagi golongan yang biasanya membanggakan pencapaiannya dalam beribadah. Karena sebenarnya yang bisa menilai ibadah seseorang adalah Allah bukan diri sendiri atau manusia lain.
Bahkan, segenap amal ibadah dan kebenaran agama yang disombongkan bisa jadi justru berbuah kenistaan. Maka janganlah pernah menyepelekan amal kebaikan meski sekecil apapun. Karena bisa saja itu yang menyebabkan kita masuk ke surga-Nya. Demikian juga dengan keburukan meski kita anggap kecil, karena bisa saja hal itu yang menjerumuskan ke neraka.