Kamu belum login

Silahkan login untuk akses semua fitur

Haruskah Kita Melaporkan Perbuatan Zina Seseorang?

Melaporkan perzinahan yang dilakukan oleh pasangan bukan nikah biasa disebut dengan istilah qazaf. Secara hukum, pelaporan ini harus memenuhi standar agar si pelapor tidak terkena dampak negatif dari hasil laporannya. Maka harus cermat dan mengerti betul ketentuan syariah sebelum melakukannya.

A. Pengertian

1. Bahasa
Secara bahasa kata qadzf (قذف) dalam bahasa Arab bermakna ar-ramyu (الرَّمْيُ) yaitu melempar. Maksudnya melempar tuduhan kepada orang lain.

2. Istilah
Sedangkan secara istilah fiqih, yang dimaksud dengan qadzf menurut Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah adalah :

الرَّمْيُ بِالزِّنَا

Melempar tuduhan zina

Sedangkan Al-Malikiyah membuat definisi yang lebih lengkap tentang qadzf, yaitu :

رَمْيُ مُكَلَّفٍ حُرًّا مُسْلِمًا بِنَفْيِ نَسَبٍ عَنْ أَبٍ أَوْ جَدٍّ أَوْ بِزِنًا

Menuduh orang yang mukallaf, merdeka, muslim dengan menafikan nasab dari ayah atau kakeknya, atau dengan zina.

Jadi qadzf adalah tuduhan yang dilemparkan seseorang kepada orang lain, sehingga melahirkan konsekuensi hukum tertentu.

B. Hukum
Pada dasarnya melaporkan atau menuduh orang berzina itu haram hukumnya, namun bisa saja berubah menjadi wajib ataupun mubah. Semua kembali kepada konteksnya. Yang penting harus dicatat bahwa apabila tuduhan itu tidak bisa dibuktikan atau tidak memenuhi syarat dan ketentuannya, maka hukumannya berbalik kepada si penuduh.

1. Haram
Menuduh orang lain berzina hukumnya haram, bila memang tanpa bukti atau saksi. Pelakunya berdosa besar, mendapat laknat dari Allah dan ada hukum hudud yang telah diancamkan Allah atasnya, yaitu dicambuk sebanyak 80 kali.

Dasar keharamannya adalah firman Allah :

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَ تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik   dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka  delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur : 4)

إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالآْخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah  lagi beriman , mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar (QS. An-Nur : 23)

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا : يَا رَسُول اللَّهِ وَمَا هُنَّ ؟ قَال : الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْل النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ  إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْل الرِّبَا وَأَكْل مَال الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,”Jauhi olehmu tujuh perbuatan yang mencelakakan (dosa besar)”. Para sahabat bertanya,”Perbuatan apa sajakah itu ya Rasulullah?”. Beliau menjawab,”Menyekutukan Allah, sihir, membunuh nyawa yang telah Allah haramkan kecuali dengan hak, memakan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan menuduh wanita mukminah yang baik. (HR. Bukhari Muslim)

2. Wajib
Namun adakalanya melakukan qadzf menjadi wajib hukumnya, meskipun hukum asalnya haram. Wajibnya hanya dalam keadaan dimana seorang suami mendapati istrinya sedang melakukan zina saat sedang suci dari haidh dan belum sempat disetubuhinya.

Dalam hal ini kasusnya bila istrinya itu sampai hamil dan mengandung bayi dari laki-laki lain yang menzinainya, padahal selama enam bulan tidak dikumpulinya. Pada saat itu seorang suami wajib menafikan anak itu sebagai anaknya dan wajib menjatuhkan tuduhan zina atas istrinya.

3. Mubah
Sedangkan qadzf yang hukumnya mubah, dalam arti tidak haram dan juga tidak wajib, adalah ketika seorang suami mendapati istrinya berzina, atau dia meyakini dari sumber yang terpercaya bahwa istrinya berzina, namun tidak sampai ada bukti kehamilan.

C. Bentuk Pelaporan
Para ulama mengatakan bahwa dalam melempar tuduhan orang lain berzina, ada tiga cara yang berbeda dalam lafadznya.

1. Sharih
Lafadz sharih adalah lafadz qadzf yang tegas dan tidak bisa ditafsirkan dengan makna-makna yang selain dari tuduhan zina.

Dan lafadz qadzf yang sharih inilah yang mewajibkan hudud, atau hukuman, berupa cambuk sebanyak 80 kali. Tentunya bila orang yang melemparkan tuduhan itu tidak mampu mendatangkan hal-hal yang menggugurkan hukuman tersebut.

2. Kinayah
Lafadz kinayah adalah lafadz qadzf yang tidak tegas dan bisa ditafsirkan dengan makna-makna yang selain dari tuduhan zina.

Dalam hal ini, mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa orang yang melemparkan tuduhan qadzf dengan lafadz yang kina’i, harus bersumpah bahwa dia tidak berniat melakukan tuduhan zina, agar terbebas dari hudud cambuk 80 kali, sehingga hukumanya cukup dengan ta’zir.

3. Ta’ridh
Lafadz ta’ridh adalah qadzf yang tegas dan tidak bisa ditafsirkan dengan makna-makna yang selain dari tuduhan zina.

D. Syarat Penuduh
Agar hukuman buat penuduh bisa dijalankan, maka harus terpenuhi syarat-syarat, baik syarat pada pihak penuduh atau pun syarat pada pihak yang dituduh.

Para ulama telah sepakat bahwa orang yang menuduh zina tidak bisa dijatuhi hukuman, kecuali bila pada dirinya terpenuhi beberapa syarat berikut ini :

1. Sudah Baligh
Berarti bila yang menuduh cuma anak kecil yang belum baligh, tidak bisa anak kecil itu dijatuhi hukuman.

2. Berakal
Bila yang menuduh zina itu orang gila yang tidak waras, atau istilahnya ghairu 'aqil, maka hukuman pun tidak bisa dijatuhkan kepadanya

3. Ikhtiyar
Makna ikhtiyar adalah punya pilihan atau bebas memilih, tidak terpaksa, dipaksa atau di bawah ancaman pihak-pihak tertentu. 

Sedangkan jenis kelamin, status budak, atau status keislaman tidak menjadi syarat dalam hal ini. Jadi pihak penuduh bisa saja seorang wanita, budak atau bahkan orang kafir sekalipun.

E. Syarat Orang Yang Dituduh
Agar pihak penuduh bisa dijatuhi hukuman, maka pihak yang dituduh harus berstatus muhshan. Apa maksudnya? Orang yang muhshan itu adalah orang yang memenuhi kriteria ihshan, antara lain :

1. Beragama Islam
Maka kalau yang dituduh berzina bukan orang Islam, penuduhnya tidak perlu dijatuhi hukuman. Dalam hal ini ada dalil dari hadits Nabi bahwa orang kafir bukan termasuk orang muhshan :

مَنْ أَشْرَكَ بِاللَّهِ فَلَيْسَ بِمُحْصَنٍ

Siapa yang musyrik (memeluk agama syirik) dia bukan orang muhshan. (HR. Ad-Daruquthuny)

2. Baligh
Kalau yang dituduh berzina cuma anak kecil yang belum baligh, maka penuduhnya tidak perlu dijatuhi hukuman.

3. Berakal
Kalau yang dituduh berzina hanya orang gila yang pikirannya cuma sebelah, alias akalnya tidak waras, maka penuduhnya tidak perlu dijatuhi hukuman.

4. Merdeka
Demikian juga bila orang yang dituduh berstatus budak, maka penuduhnya tidak perlu dijatuhi hukuman.

5. Iffah dari Zina
Yang dimaksud dengan iffah dari zina adalah status seseorang yang terhormat dan suci atau menjauhi diri dari perbuatan zina. Dia selalu berada dalam keadaan menjaga diri dan kehormatannya dari perbuatan terlarang itu serta menghindari dari mendekat-dekat kepada zina. Mungkin terjemahan mudah dari iffah ini adalah : orang baik-baik.

Lawan dari istilah iffah ini adalah perbuatan zina itu sendiri. Maka orang yang tidak iffah adalah orang yang pernah atau malah suka berzina, serta tidak menjaga diri dari hal-hal yang mendekati zina itu sendiri.

Sumber : Rumahfiqih.com