Manisnya Permen Itu Masih Terasa di Lidahku
Teruslah berbuat baik, sekecil apapun, mulailah. Niatkan untuk istiqomah hingga akhir hayat. Karena kebaikan akan abadi, melintasi zaman. Apalagi dilakukan dengan tulus dan ikhlas. Kebaikan-kebaikan itulah yang akan dikenang, meski kecil dan biasa saja dalam penilaian manusia.
Tersebutlah seorang pemuda yang mengurusi seorang laki-laki yang sudah tua di rumah sakit. Penyakitnya parah, tak ada keluarga, hanya seorang diri. Ia tak mampu untuk sekedar memenuhi kebutuhan diri, seperti makan, mandi, buang air dan lain sebagainya.
Pemuda ini pun mengambil peran membantu, memandikan, menyapi, mengurus buang air hingga membersihkan, semuanya ia kerjakan dengan hati-hati, agar sang bapak ini merasa nyaman.
Jika si pemuda merupakan anak atau keluarga sang bapak, tentu saja bukan hal yang besar, namun si pemuda ini bukan siapa-siapanya. “Saya bukan anak atau keluarganya.” Tutur si pemuda tatkala ditanya oleh dokter dan perawat di rumah sakit.
Lantas apa yang memotivasi pemuda ini, alasan apa yang membuat dirinya begitu tulus dan mau meluangkan waktunya? Padahal bukan anak atau keluarga. Dia tentu saja memliki banyak kegiatan yang bisa dikerjakan untuk urusan pribadi maupun urusan masa depannya.
Hingga suatu hari sang pemuda menyampaikan pengakuan, “Manisnya permen yang dia berikan saat saya masih kecil masih terasa di lidahku. Saat itu aku sangat membutuhkan permen itu. Dia memberikannya dengan amat tulus.” Tuturnya tulus.
Hanya permen, kecil, sederhana, harganya tidak mahal, tapi amat membekas dan sangat besar pengaruhnya. Meski kecil dan tak berharga, permen itulah yang menjadi sebab bagi si bapak ini mendapatkan kebaikan sebesar itu di masa tuanya. Ketika tak ada lagi anggota keluarga yang mengurusinya.
Teruslah berbuat baik dengan tulus dan ikhlas. Tak ada amalan yang disebut kecil, jika ikhlas dan dilakukan secara dawam. Sebaliknya , sebesar apapun sebuah amal, jika hanya diniatkan untuk manusia, bisa jadi amalan itu bernilai kecil.
[Kisah Hikmah]