Download QuranBest (Free)

325juta++ halaman Al Quran telah dibaca

Binasalah Kedua Tangan Abu Lahab

Imam Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Suatu hari Rasulullah naik ke atas bukit Safa, beliau berseru sebagaimana kebiasaan orang Arab saat ingin mengumpulkan orang-orang demi urusan yang penting. “Ya shabahah..., ya shabahah...”

Ketika penduduk Mekah telah berkumpul semua, Beliau berkata, “Apa pendapat kalian jika aku memberi kabar bahwa di balik bukit ini ada musuh yang akan menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab, “Ya, kami percaya, bagi kami engkau orang yang tidak punya cela dan tidak pernah berdusta.”

Setelah mendapat pengakuan ini, mulailah Rasulullah menyampaikan dakwahnya, “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan tentang sebuah azab yang amat pedih. Wahai anak cucu Abdul Muthalib, wahai Bani Abdi Manaf, Bani Zuhrah, Bani Tamim, Bani Makhzum, dan Bani Asad. Sungguh aku diperintahkan untuk memberi peringatan kepada keluarga dekatku. Aku tidak mampu memberi manfaat duniawi sedikit pun, tidak mampu memberi bagian apa-apa di akhirat nanti, kecuali jika kalian mengatakan, “La Ilaha Illallah” (Tidak ada tuhan selain Allah). Wahai suku Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Sungguh aku tidak mampu menyelamatkanmu dari azab Allah. Aku dan kalian tak ubahnya seperti seorang yang melihat musuh dan segera berlari kepada keluarganya dan berkata, ‘Ya shabahah.. Ya shabahah.. musuh datang, musuh telah datang’.”

Abu Lahab memotong pembicaraannya, “Celakalah kamu Muhammad sepanjang hari, hanya untuk ini saja kamu kumpulkan kami?” Dia lalu menghasut orang-orang untuk berpaling dari beliau dan mendustainya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas dengan dengan menurunkan firman-Nya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab... (QS. Al-Lahab: 1-5).”

Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa Allah menurunkan Surat tentang Abu Lahab dan istrinya ini akan menjadi pengajaran dan i’tibar bagi manusia yang mencoba berusaha hendak menghalangi dan menentang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut.

Mereka menjadi lupa diri karena merasa sanggup, karena ada kekayaan. Disangkanya sebab dia kaya, maksudnya itu akan berhasil. Apalagi dia merasa bahwa gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia disegani orang, dipuji karena tampan, karena berpengaruh.

Kemudian ternyata bahwa rencananya itu digagalkan Allah, dan harta-bendanya yang telah dipergunakannya habis-habisan untuk maksudnya yang jahat itu menjadi punah dengan tidak memberikan hasil apa-apa, malah dirinyalah yang celaka.