Download QuranBest (Free)

325juta++ halaman Al Quran telah dibaca

Cara Melamar Yang Islami

Melamar yang islami itu adalah melamar yang tidak melanggar ketentuan syariah. Tentang teknik dan gayanya, silahkan disesuaikan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku pada tiap masyarakat.

Perbedaan Khitbah Dengan Pertunangan
Makna khitbah dalam bahasa Indonesia ada bermacam terjemahan, antara lain bermakna melamar atau meminang. Namun khitbah tidak selalu sama dengan pertunangan.

Pertunangan adalah semacam upacara atau ritual tertentu yang meresmikan bahwa suatu pasangan itu sepakat mau menikah nantinya. Budaya ini datang dari Barat, biasanya ditandai dengan disematkannya cincin pertunangan di jari masing-masing calon pasangan. 

Sedangkan bertunangan sendiri bukan sesuatu yang original datang dari syariah Islam. Bisa saja orang menggelar acara pertunangan, tetapi di dalamnya belum tentu berupa khitbah. Atau kadang sebenarnya merupakan khitbah, tetapi diberi nama pertunangan. Sebab antara keduanya memang ada perbedaan yang mendasar.

Perbedaannya terletak pada langkahnya. Khitbah adalah pengajuan lamaran atau pinangan kepada pihak wanita. Namun pengajuan ini sifatnya belum lantas berlaku, karena belum tentu diterima. Pihak wanita bisa saja meminta waktu untuk berpikir dan menimbang-nimbang atas permintaan itu untuk beberapa waktu.

Apabila khitbah itu diterima, maka barulah wanita itu menjadi wanita yang berstatus makhthubah (مخطوبة), yaitu wanita yang sudah dilamar, sudah dipinang, atau bisa disebut dengan wanita yang sudah dipertunangkan.

Namun apabila khitbah itu tidak diterima, misalnya ditolak dengan halus, atau tidak dijawab sampai waktunya, sehingga statusnya menggantung, maka wanita itu tidak dikatakan sebagai wanita yang sudah dikhitbah. Dan pertunangan belum terjadi.


Kepada Siapa Khitbah Diajukan?
Berbeda dengan yang sering kita saksikan di dalam film Barat, atau di sinetron sesat tentang melamar seorang wanita, Islam punya prinsip melamar yang unik.

Kalau di Barat sana, laki-laki melamar seorang wanita untuk dijadikan istri. Posisinya biasanya si laki-laki berlutut di depan wanita yang ingin dilamarnya itu, sambil mengulurkan cincin pertunangan.

Tetapi dalam syariat Islam, lamaran itu bukan diajukan kepada wanita, melainkan kepada ayah kandung sebagai wali dari wanita. Sebab beliau lah nantinya yang akan menikahkan, kalau lamaran itu diterima dan pernikahan terjadi.

Jadi dalam Islam tidak akan dikenal ungkapan,"Will you marry me?'. Yang ada adalah pengajuan seorang laki-laki kepada ayah kandung wanita yang ingin dinikahinya, setidak-tidaknya berbunyi,"Kalau diizinkan, perkenankan Saya ingin menikahi puteri Bapak". 

Namun biasanya urusan melamar ini dilakukan tidak langsung oleh calon suami, melainkan dengan mengajak juga orang tuanya. Sehingga nanti yang menyampaikan lamaran itu pihak orang tua laki-laki kepada pihak orang tua calon istri.


Belum Harus Diumumkan
Berbeda dengan pernikahan yang disunnahkan untuk diumumkan, sunnahnya lamaran itu tidak diumumkan, tetapi dilakukan secara tertutup atau terbatas.

Mengapa demikian?

Karena lamaran itu belum lagi merupakan kepastian sebuah pernikahan. Setelah melamar, bisa saja lamaran itu diterima dan bisa saja tidak. Atau bisa saja diterimanya nanti setelah beberapa waktu berlalu. 

Nah, kalau belum apa-apa, sebuah lamaran sudah diumumkan, maka kalau ternyata tidak sampai ke jenjang pernikahan, tentu akan jadi sia-sia saja. Lain halnya kalau sudah sampai kepada akad nikah, maka sunnahnya memang diumumkan.


Pengajuan Lamaran Belum Berarti Sah dan Diterima
Penting juga untuk dicatat bahwa yang namanya pengajuan lamaran itu bukan berarti sudah mengesahkan calon istri sebagai wanita yang berstatus makhtubah. Namun harus ada jawaban dulu dari pihak wanita tentang apakah lamaran ini diterima atau tidak. 

Kalau diterima, maka status calon istri itu menjadi makhtubah, sehingga sejak saat itu hingga pernikahan berlangsung, dirinya sudah tidak boleh lagi menerima lamaran laki-laki lain. Atau sampai lamaran itu dimentahkan atau dibatalkan oleh salah satu pihak, baik oleh pihak lak-laki maupun oleh pihak perempuan. 

Calon Istri Belum Masih Wanita Ajnabi Yang Haram Diapa-apakan
Banyak orang keliru memahami, bahwa mentang-mentang sudah terjadi lamaran, seolah-olah sudah layaknya jadi suami istri. Orang tua lantas membolehkan pasangan ini kemana-mana berduaan, bahkan tidak sedikit mereka yang sudah mendahului melakukan percumbuan sampai zina bersetubuh.

Sayang sekali pandangn keliru ini kemudian dianggap biasa, seiring dengan masuknya gaya hidup hedonis dan permisif yang melanda umat Islam. Masyarakat seolah membolehkan kalau pasangan yang belum sah jadi suami istri berduaan dan melakukan apa-apa yang sebenarnya belum boleh mereka lakukan.


Dua Jenis Khitbah
Dalam menyampaikan khitbah dikenal ada dua macam metode, yaitu tashrih (تصريح) dan ta'ridh (تعريض).

1. Tashrih
Yang dimaksud dengan tashrih (تصريح) adalah ungkapan yang jelas dan tegas, dimana khitbah disampaikan dengan menggunakan ungkapan yang tidak bisa ditafsirkan apapun kecuali hanya khitbah. Seperti kalimat berikut ini :

Saya melamar dirimu untuk kujadikan istriku

atau

Bila masa iddahmu sudah selesai, Aku ingin menikahi dirimu

Para ulama sepakat bahwa tashrih ini bila disampaikan kepada wanita yang masih belum boleh dikhitbah, seperti wanita yang belum usai masa iddahnya, hukumnya haram. Dasarnya adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala :

وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ

Dan janganlah kamu ber`azam untuk beraqad nikah, sebelum habis `iddahnya.(QS. Al-Baqarah : 235)

Namun khitbah dengan cara tashrih ini boleh disampaikan bila wanita yang dikhitbah memang seorang wanita yang bebas dari ikatan pernikahan dan hal-hal yang sejenisnya.

2. Ta'ridh
Yang dimaksud dengan ta'ridh (تعريض) adalah penyampaian khitbah yang menggunakan kata bersayap, sehingga bisa ditafsirkan menjadi khitbah atau juga bisa bermakna sesuatu yang lain di luar khitbah.

Sumber: Rumahfiqih.com