Download QuranBest (Free)

325juta++ halaman Al Quran telah dibaca

Kesukaran dan Kesyukuran

"Dalam sukar, hitunglah kesyukuranmu.

Dalam senang, awasi kealpaanmu..

Setitis ujian melanda, segunung karunia-Nya."

(Hijjaz: Lukisan Alam)

Hari-hari ini di tengah kesukaran yang kita alami, mari mengingat bahwa para kekasih Allah, manusia paling mulia, pernah mengalami getir yang lebih menyesakkan daripada pahit di hati kita.

Tengah hari pada suatu musim panas di Madinah, semua makhluk mencari perlindungan di tempat yang teduh karena terik yang menyengat.

Jalanan lengang. Nyaris tiada yang bergerak, kecuali debu-debu yang beterbangan. Ketika itu, seorang laki-laki berperawakan kurus berjalan dengan terhuyung-huyung menuju masjid.

Kemudian datang lagi sesosok lain yang tinggi besar.

"Apa yang menyebabkanmu keluar pada waktu seperti ini, hai Abu Bakar?" tanya 'Umar bin Khathab, lelaki yang baru datang itu.

"Aku datang karena desakan rasa lapar," kata Abu Bakar dengan suara bergetar.

"Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya," sahut 'Umar, "aku pun terpaksa kemari karena perutku yang kosong."

Ketika keduanya duduk di Masjid, Rasulullah datang. Beliau tersenyum pada keduanya lalu bersabda, "Mengapa kalian keluar pada waktu seperti ini?"

"Rasa lapar yang memilit perut kami, ya Rasulullah," keduanya menjawab malu-malu.

"Demi Dzat Yang Mengutusku dengan kebenaran," Rasulullah menimpali, "aku pun keluar karena sebab yang sama. Bangunlah, mari kita bertolak ke rumah Abu Ayyub Al-Anshari."

Ketiganya pun berangkat ke rumah yang di awal hijrah menjadi tempat tinggal Rasulullah sebelum beliau membangun rumah kecilnya di sisi Masjid Nabawi. Istri Abu Ayyub menyambut kedatangan Rasulullah bersama dua sahabatnya itu. "Ahlan wa sahlan, wa marhaban, duhai Nabi Allah," serunya bahagia, "selamat datang juga bagi sahabat mulia yang besertanya."

"Ke mana Abu Ayyub?" tanya Nabi.

"Dia sedang keluar, tetapi sebentar lagi akan kembali, insya Allah wahai Nabi Allah," jawab Ummu Ayyub.

Tak lama kemudian, Abu Ayyub memang datang.

Wajahnya berseri-seri senang atas kehadiran tamu-tamu yang penuh kemuliaan. Dia pun segera memotong satu tandan kurma. Nabi menegurnya, "Mengapa engkau memotong keseluruhan tangkai, wahai Abu Ayyub, padahal yang mau diambil hanya buah matangnya?"

"Demi keberkahan keluarga kami, aku ingin sekali engkau makan kurma dari tanaman kami ini, ya Rasulullah," sahut Abu Ayyub sambil tersenyum, "baik yang masih muda, yang sedang ranum, maupun yang sudah matang."

Senyampang Rasulullah dan kedua sahabatnya menikmati kurma terbaik di Madinah itu, Abu Ayyub menyembelih kambing yang masih muda. Setengahnya dimasak dengan kuah dan setengahnya lagi dipanggang. Roti dari tepung lembut juga telah disiapkan oleh Ummu Ayyub.

Ketika hidangan disajikan di hadapan Rasulullah beliau tertegun sejenak lalu berkata, "Wahai Abu Ayyub, berkenanlah engkau memberikan sebagiannya kepada Fatimah? Sudah beberapa hari dia tidak memperoleh makanan seperti ini." Abu Ayyub mengangguk mantap dan menyuruh seseorang agar bergegas mengantarkan hidangan itu ke rumah Fatimah.

Dengan nikmat, Rasulullah bersama Abu Bakar dan 'Umar menikmati jamuan Abu Ayyub. Nabi bersabda, "Roti, daging, kurma matang, kurma segar, kurma muda." Nabi menyebut makanan yang terhidang, sedangkan air mata beliau tergenang di pelupuknya.

"Demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, inilah nikmat yang kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah nanti pada Hari Kiamat.” Lalu beliau membaca ayat terakhir Surah At-Takatsur, "Kemudian, sungguh, kalian benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang nikmat-nikmat." (QS At-Takatsur: 8)

MasyaAllah. Para kekasih-Nya juga pernah berada dalam kesukaran. Tapi di situlah mereka menghitung kesyukuran. Di situlah mereka terasah untuk menginsyafi bahwa semua nikmat akan dimintai pertanggung jawaban.

"Kemudian, sungguh, kalian benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang nikmat nikmat." (QS At-Takatsur: 8)

"Pada hari itu," tulis Ibn Katsir, "kalian akan benar-benar ditanya tentang syukur kalian terhadap nikmat yang telah Dia anugerahkan." Syukur itu memuji Pemberi karunia, menggunakannya dalam ketaatan, dan menjadikannya kemanfaatan. Maka atas tiap nikmat sekecil apa pun; sehirup nafas, sedetak jantung, seberkas cahaya, sesuap makan, seteguk minum, sehelai kain, ketiga unsur syukur itu akan disoalkan.

Akhirnya, patutlah kita renungkan nasehat Imam Ibn Al Jauzy berikut ini:

"Duhai yang akan dituntut sebab amalnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, yang tertulis lengkap segala ucapannya, yang akan diselidik segala keadaannya; kelalaianmu atas hal ini sungguh menakjubkan!"

Dikutip dari tulisan Al-Ustadz Salim A. Fillah